“Yudha bobo dulu sanah, katanya kan ntar malem mau nyalain kembang api,”
pinta Mama pada 31 Desember sore.
Pada pagi 1 januari aku terbangun dan menangis, “Mama kok endak bangunin
aku?”
Imitasi.
Dulu terasa sangat kecewa hanya
karena tertidur di malam tahun baru. Kenapa aku sebegitu pengennya merayakan
tahun baru dengan kembang api yang menyebarkan madu kecerahannya? Percakapan
tadi berlangsung ketika aku masih kanak-kanak, sekitar angkatan muda waktu SD.
Ya, semuanya karena ada kejadian serupa yang sebelumnya pernah terjadi dan aku
menirunya. Dalam teori dasar Interaksi di Sosiologi ada yang namanya Imitasi
dan Identifikasi, inti dari kedua istilah itu adalah adanya kehendak dalam
setiap individu untuk melakukan proses meniru, menginginkan untuk menjadi sama,
dan pada tingkatan paling akhir dalam proses itu individu akan menemukan tokoh
yang diidolakan. Dalam kaitannya dengan malam tahun baru, memoriku ketika masa
kanak-kanak merekam kegiatan malam tahun baru yang dilakukan pemuda
lingkunganku saat itu, nongkrong di jalan utama meniup trompet, mengenakan topi
kerucut dan menyalakan kembang api. Mungkin seperti kakak tingkat yang
mengospek adik tingkatnya kerena dulu juga kena ospek, tapi kembang api tak seseram
ospek kok, hehe. Aku pengen, karena orang sebelumnya juga melakukannya. Kenapa
aku tidak boleh melakukannya?