Monday 24 February 2014

Hujan Deras di Utara



Jika hidup ini hanyalah sebuah  mimpi, lalu mengapa kita masih saja selalu serakah?
Seharusnya kita buang saja segala perhiasan yang kita miliki itu, agar kita tak lagi hanya memperhatikan penampilan.
Karena berlian yang nampak, sesuatu yang terlihat indah dari luar, tidak selalu berarti baik di dalam, bahkan bisa berbahaya, seperti hal nya gelas kaca yang telah pecah.

Hingga suatu saat Ia berkata, bahwa Ia sama sekali tidak percaya akan dongeng, soulmate, takdir, cinta sejati, segala hal yang dipercaya orang-orang di luara sana itu, ah semuanya itu menurutnya hanyalah omong kosong.
Sunggguh menipu dan menyesakkan dada.
Hingga akhirnya tetesan air mata mengalir mendengarnya, tetesan air mata yang hadir sebagai tanda cinta kepadanya

Ah bulan, jangan dulu kau turun, aku ingin berlama-lama dulu denganmu di sini, aku ingin menikmati malam mu hingga nanti.
 
Layaknya kopi di pagi hari, begitu manis dan sederhana.
Hanya baling-baling penunjuk angin itu lah satu-satunya milikku dan kesendirianku.
 
Hari-hari berlalu, cerita demi cerita berganti.
Kini engkau telah pergi, pergi meninggalkan hari.
Ah, ingin lagi kembali ke masa lalu.
Aku merindukanmu saat kau jauh, saat kau mengingatku dan berharap hal baik terjadi padaku.
 
Bibir ini beku, rumit  dan begitu rapuh.
Tak ada sedikitpun kata-kata yang terucap, tak ada yang terungkapkan.
Dan semakin lama akan semakin terkikis tak bersisa.
Habis secara perlahan.
Menyisakan lubang.
Ya, saya tahu benar bahwa hidup penuh dengan segala kesulitan , cobaan, dan bisa jadi ini termasuk di dalamnya.
Tapi.. sudahlah, redakanlah fikiran seperti ini, lenyapkanlah semua dari kepala, buatlah seakan seperti di rumah mu sendiri.
Nyaman dan menenangkan.
 
Namun, mau bagaimanapun, engkau telah berada di sini, di dalam diri ini, hadir di tiap hela hembus nafas ini.
Hanya berharap engkau akan tertarik kepada orang yang tak akan pernah bosan memandangimu ini.

Wednesday 19 February 2014

Nak..

Wahai anak-anakku yang aku sayangi, walaupun aku tak pernah memberitahu kepada mereka atau bahkan kalian yang ingin tahu.
Wahai anak-anakku, juga kalian anak-anak yang sudah kuanggap sebagai anak-anakku. Berkumpul lah!
Berkumpul lah! Wahai kalian yang sempat pecah, kalian yang memecahkan diri untuk menyatu dengan dirimu, dengan cita-cita dan tujuanmu.
Aku menunggu kebersatuan kalian, menunggu suara gertakan kenyamanan yang kalian tinggalkan.
Kini tanpa kalian aku hanya siap perang.
Hanya bersama kalian aku siap menang!
Anak-anakku, bolehkan aku sebut ini perang? Ini perang yang direstui tuhan.
Perang yang mendamaikan.
Letakkan dengan aman sejenak ego negatifmu, gandeng erat tangan saudara disamping kalian, mereka juga anak-anakku.
Aku tak pernah mengizinkan kalian ikut perang, tapi ini perjuangan tentang apa yang kita tuliskan di kotak pertahanan lawan, ini tujuan kita.
Anak-anakku, maaf jika aku menjadi plin-plan. Memasukkan kalian di jurang perang.
Semoga kita kembali kerumah dengan jumlah yang sama.
 
-AKU, Ayah yang tak kalian kenal.