Thursday 19 November 2015

Andai Hatimu Ada Dua, Mereka Takkan Panggil Aku Jomblo.



Berjaket hitam. Kau datang dengan wajah muram. Celana panjang loreng hijau khas tentara yang kau kenakan, kini terlihat tak cocok dengan wajahmu yang biasanya terkesan garang. Walau tampak lembut, kau duduk dengan tergesa-gesa. Kau ingin kuras keluhmu padaku. Aku yakin.

“Begini terus, capek” kata pertamamu, kau menatapku seperti ingin dikasihani.

Ku sodorkan sebotol air mineral, kau langsung meneguknya setengah habis, “Makasih, boleh nambah? Besok-besok yang ada rasanya lah”, kau tertawa tersipu. Mengecap bibirmu yang ranum dan mengkilap. Aku jadi tegang, meneguk liur, salah fokus. Maaf.

“Kamu kenapa lagi to Nda?” pasti, kalimat itu yang kamu tunggu.

Lalu berderet kalimat keluh sakitmu kau muntahkan dihadapanku. Aku ikut mual.

Seperti rutinitas, dalam keadaan ini kau selalu datang. Ku ibaratkan kau TV dan aku hanyalah rumah reparasi. Kau datang ketika hanya ingin memperbaiki kondisimu yang jengkel. Kau dengan mudah saja menceritakan tetek bengek kelakuannya yang membuatmu sakit hati.  Sikapnya yang acuh setiap kali kau membutuhkannya, hangatnya yang telah menjadi hal langka untukmu, dan tentang wanita lain yang kau jadikan kantong cemburu. Tapi aku senang, setidaknya ketika itu terjadi, kau akan datang padaku. Karena hanya denganku, kau bisa menceritakan segalanya, semuanya, sampai habis air matamu. Sampai puas pundakku kau sandari. Walaupun aku selalu mengkhawatirkanmu, sekhawatirnya aku dengan minuman bersoda yang sering kau minum. Tapi.. Bukankah rumah reparasi diciptakan untuk membenahi sesuatu yang salah, sesuatu yang rusak?

Sementara Dia, iya, dia yang kau cintai, Dia adalah rumah sebenarnya, tempatmu pulang, melepas lelah seharian. Dia adalah  tempatmu yang kau anggap ternyaman. Melanjutkan cerita yang sempat tertunda. Padaku, seberapapun lamanya kita bersama, aku sadar itu hanya sementara.

Semoga kau belum lupa, kau pernah bertanya, apakah aku sudah punya pasangan? Hah, seharusnya kamu tahu itu. Retoriskah? Atau kamu benar-benar memang tak menangkap sinyal itu? Aku menunggumu, menunggu hatimu kosong. Tapi tidak pernah, kau hanya akan selalu datang ketika kau sedang mangkel karena dia, sedang dilanda sedih, hati meradang seperti sekarang.

“Mungkin cewek-cewek sekarang buta ya, harusnya salah satu dari mereka sudah jadi pasangan kamu. Secara kan, kamu itu istimewa atau unik lebih tepatnya. Andai aja, hatiku ada dua………..” Katamu, dulu, berkoar-koar.

“Kenapa?”

“Akan kubagi untuk kalian berdua.”

Ah Sungguh Eninda, aku bukanlah jomblo. Aku ingin melepas masa jomblo sekarang. Semudah menikmati matamu.
Categories:

0 comments:

Post a Comment