"Kamu adalah apa yang kamu miliki."
Berawal dari pertanyaan-pertanyaan sederhana dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari. Karena hidup di zaman teknologi, jadi sebagian besar aktivitas kita juga menggunakan teknologi terapan yang menjadi alat bantu kerja, misalkan kompor untuk memasak, dan sebagai media atau penyalur komunikasi-informasi, seperti telepon untuk berbicara jarak jauh dan televisi sebagai sumber informasi dan hiburan. Dan akhirnya aku akan berbicara tentang KEBUTUHAN.
Dibeberapa kesempatan,
aku bergabung (menemui; mendekati) sekelompok teman, beberapa teman di setiap
kelompok pasti ada yang bertanya tentang kebutuhan teknologi kepadaku. Aku
simpulkan percakapannya seperti ini:
“mas,
Pin BBmu berapa?” tanya seorang teman kepadaku.
Aku
memburu handphoneku dalam kantong, menyodorkannya sampai temanku benggong. “nih,” tak
lupa kuberi senyuman biar enggak dikira sombong. “hehe.”
“hmm..” dia
mengerutkan bibirnya dan sedikit tersenyum.
Apa aku menjengkelkan? Enggak laah..
Biasanya setelah
percakapan itu terjadi, maka si lawan bicara akan pergi sementara dari
hadapanmu atau kalaupun melanjutkan perbincangannya, pasti akan membahas hal
lain.
Menurutku
jawaban dari “Pin BBmu berapa?” diatas adalah jawaban yang paling efektif dan
sempurna sampai detik ini coba
bandingkan dengan jawaban dan prediksi percakapan dibawah ini:
“mas,
Pin BBmu berapa?”
“Oh aku
enggak pakai BB dek, hehe”
“pasti
pakai Android ya? Tapi belum download BBM ya?”
“Enggak
dek, aku emang gak niat buat BBM,hehe”
“yaudah
tapi pasti punya Whatsapp, Line, BeeTalk, WeChat, KakaoTalk, Instagram, Path
kaaaan?”
“AKU
CUMA PUNYA KAMUH!” saking emosinya sampai pengen
ngomong gitu ya.. HAHA.
RIBET kan? Kebanyakan “hehe” sih.
Hmm.. Tapi
sepertinya enggak enak kalau percakapan jadi gini:
“mas,
Pin BBmu berapa?”
“oh aku
belum punya hape dek, hehe”
“lhoh
kenapa enggak beli? Ini aja punyaku hampir 4 juta buat chasingnya doang”
“ASTAGFIRULLAH!
Buat apa mahal-mahal kayak gitu? Emang habis itu kamu jadi keren? Bisa terbang?
IP Cumlaude? Balikan sama mantan? Disayang mertua? Bisa foto sama Maudy Ayunda
gitu? HAH!”
Badannya
gemetar. Sambil gigit jari, dia berkata dengan lirih, “apah?”
"Ngapain?
Jangan-jangan kamu maksa ibu buat beli itu, ingat ibumu bukan wonderwomen yang
bisa terus menahan rasa sakit karena menurutimu! Apa jangan-jangan lagi kamu
mendapatkan uang itu dengan cara yang tidak sholehah! Jual bakso boraks, nasi
gorang tikus, korupsi kuota impor daging sapi, korupsi dana haji, atau nipu
orang jual hape second tapi ternyata hape bekas?!"
Eh, hape bekas itu hape second enggak sih? -_- Lupakan tentang
hape bekas, tapi jangan lupakan attitude.
Karena attitudelah yang membedakan
antara anjing dan Superman. HOHO.
Kenapa
harus memiliki semuanya?
Apakah memiliki itu sesuatu kegiatan yang keadaannya selalu abadi? Apakah hal
yang kita miliki akan selalu bersama kita? Apakah kesetiaan adalah hal abadi?
Apakah arti memiliki itu? Apakah arti setia? Apakah arti abadi? – Kenapa ada
banyak jawaban yang belum ditemukan untuk pertanyaan yang lebih banyak?
Memiliki dan setia adalah suatu harapan dalam perasaan. Keabadian adalah kondisi dan prediksi oleh sesuatu yang tidak
abadi. Jadi keabadian hanyalah mitos, tak terbuktikan. – Menurutku.
Intinya: Apakah yang telah kita
miliki adalah yang seharusnya kita
miliki?
Jika muncul pertanyaan diatas maka
akhirnya akan membicarakan tentang kemanfaatan. Ukuran kemanfaatan suatu hal,
benda ataupun tindakan selalu bersifat Relatif.
Relatifitas tersebut hadir karena takaran kemanfaatan/kegunaan sangat
bergantung kepada siapa yang memanfaatkan dan menggunakannya. Di waktu dan
kondisi tertentu kemanfaatan dapat berubah, menjadi lebih bermanfaat atau
menjadi sebaliknya. Misalkan, Laptop. Mahasiswa semester akhir menggunakan
laptop untuk proses penulisan skripsi, lebih bermanfaat dari pada pengangguran
gaptek yang memegang laptop, laptop pun menjadi pengangguran mendadak. Beda hal
dengan pecandu geme menggunakan laptop untuk bermain game dan membuang waktu
dibanding pemulung yang menjual laptop hibah untuk membeli beras penyambung
nyawa. Game = tersier dan Makan = primer.
Aku
juga kadang bingung sih.
Aku enggak punya BlackBerry,
Android, Whatsapp, Line, BeeTalk, WeChat, KakaoTalk, Instagram, Path, dan
lain-lainnya yang belum aku ketahui dan yang belum ditemukan. Sms? Telpon? Aku cuma
punya Facebook dan Twitter yang bisa berteman dengan teman
secara maya walaupun aku bisa ketemu langsung secara nyata dengan mereka; aku cuma
punya Blog yang bisa memuat tulisan,
curhatan, makian yang akupun enggak harus bayar untuk sekadar memuatnya dan bahkan
disana enggak ada editor cerewet yang semena-mena ngedit tulisanku; aku juga cuma punya Tumblr yang bisa memuat foto-foto yang secara bebas aku pamerkan
disana, that’s my instagram; aku juga
cuma ikut Postcrossing, disana bisa
saling bertukar kartu pos antar Negara antar benua. Banyak jalan, dan itu
enggak selalu sama.
Banyak media, banyak alat untuk
menghapus jarak dengan cara yang tak langsung atau dengan perantara. Ketika mereka mulai semakin hidup, peneliti
sosial gaya tradisional akan semakin mati. Pasti dalam pikiran kita merasa
bahwa lebih baik bertatapan langsung daripada melalui media tak langsung,
pasti. Karenanya masih ada kata “Kangen” walaupun
setelah berkangen-kangenan lewat
telepon. Karenanya masih ada alasan “Aku
enggak bisa LDR-an” dalan akhir kisah cinta. Ah kalian.
Aku pernah tanya temanku:
“atas
dasar apa kamu pada suatu waktu memilih aplikasi ini daripada aplikasi itu dan
aplikasi lainnya?”
“hm..
aku tau maksudnya. Karena lagi suka aja pakai ini, lha temen-temen yang lain
banyak yang pakai ini juga. Tergantung mood. Kemarin juga ganti sih karena ada
yang baru lagi. Gitu sih, binggung jelasinnya.”
Terangnya.
“berarti
besok bisa ganti dong? Karena bosen, ada yang baru, atau temennya sepi. Gitu.”
“iya,
gitu juga sih.” Dia sepakat.
Karena mood, perasaan dan keadaan.
Enggak ada yang abadi. Guys, no one
perfect!
Kebutuhan utama manusia secara
individu yang sering dianggap remeh adalah interaksi. Interaksi terkadang tidak
dianggap dalam kategori kebutuhan oleh manusia. Interaksi terjadi karena
manusia memiliki kebutuhan dan keinginan lainnya. Misalnya, ketika mengarjakan
soal, seorang siswa melakukan kesalahan dalam menulis jawaban, untuk
membenarkan tulisannya dia harus meminjam penghapus yang dia tidak punyai
kepada temannya. Nah, itulah interaksi karena kebutuhan yang lain.
Coba banyangkan, kalau setiap
manusia secara individu memiliki apapun yang dibutuhkan!
0 comments:
Post a Comment